Senin, 03 April 2017

Kudeta Jerman Di Pulau Nias

Judul diatas pastinya sangat menarik. Bagaimana sekelompok orang-orang Jerman yang dianiaya di Hindia Belanda bisa berontak terhadap Pemerintah Hindia Belanda. Peristiwa sejarah ini sangatlah menarik dan banyak orang yang belum mengetahuinya. Sangat menarik bila sejarah kecil ini—La Petite Histoire istilah Rosihan Anwar—ini diangkat sebagai tulisan utuh berbentuk buku. Setidaknya akan memperkaya khazanah Indonesia umukmnya dan Nioas khususnya. Berikut ini hanya sekelumit cerita menarik tentang kudeta orang Jerman terhadap Belanda di Nias.

Pada 19 januari 1942, kapal Van Imhoff meninggalkan Sibolga. Kapal ini mengangkut 477 internir Jerman ke India. Tidak jauh dari pelabuhan muncul pesawat pengintai Angkatan Laut Jepang (Kaigun) yang menjatuhkan bom ke kapal, perlahan kapalpun tenggelam. Seratus sepuluh orang Belanda, awak kapal dan penjaga tawanan Jerman, berhasil menyelamatkan diri dengan sekoci. Para tawanan dibiarkan mati konyol di laut. Kapten kapal, sebelum pergi meninggalkan kunci-kunci kepada komandan Jerman yang segera membebaskan para tawanan yang terkurung. Banyak orang Jerman yang panic lalu tenggelam. Salah satunya Walter Spies[1]. Sayangnya sekoci kapal sudah habis disikat orang-orang Belanda. Hanya ada kapal kerja (werkboot) dan sejumlah rakit.[2]
 
Ledakan bom yang dijatuhkan pesawat pengintai Jepang, menyebabkan banyak ikan laut mati disekitar tenggalamnya kapal, akan mengundang ikan hiu. Karenanya tawanan yang selamat berusaha secepat mungkin meninggalkan puing-puing kapal. Kondisi ini juga membuat sebagian tawanan bunuh diri. Bagi yang bersemangat hidup, berusaha membuat rakit dari puing sisa ledakan. Sekelompok tawanan menemukan sebuah perahu dayaung sepanjang 2-3 meter, perahu lalu diisi 14 orang dipimpin oleh Albert Vehring. Ada 200 orang yang tertinggal dalam kapal. Akhirnya sebuah rombongan dengan 2 perahu dan sebuah rakit, dipimpin oleh Vehring, melihat kapal Belanda bernama Boeloengan. Orang-orang Jerman malang itu mengira akan diselamatkan oleh kapal Belanda. Sayang, setelah bertanya: “apa kalian orang Belanda?” karena merasa tidak digubris, Boeloengan keburu kabur begitu tahu yang dijumpainya adalah Jerman yang akan berbahaya bila sekapal, mengingat Jerman adalah musuh mereka secara politis. Membiarkan musuh mati lebih baik daripada menolongnya.[3]

Hampir semua dari mereka, sampai di Nias ditangkap lalu disekap oleh aparat keamanan Belanda disana. Orang Jerman ini akhirnya dibawa ke Gunung Sitoli.[4] Orang-orang Jerman malang yang berjumlah 67 orang mencapai Nias dalam beberapa rombangan. Salah satu rombongan ada terdampar di Nias Selatan. 

Pada hari ke empat, 23 Januari 1942, kondisi mereka semakin payah. Mereka kehausan, lapar, kekeringan serta disiksa terik matahari di pantai nIas yang menanjak. Dalam kondisi frustasi ini seorang berusia 73 tahun bunuh diri. Untung saja, beberapa orang Nias yang bersahabat dan seorang pastur Belanda, Ildefons van Straalen, menolong mereka dengan makanan dan minuman pada sisa-sisa orang Jerman itu.[5]
 
Sekelompok orang Jerman, berjumlah 35m orang, itu lalu mencapai Hilisimaetano, ibukota Nias Selatan. Setelah melakukan perjalanan yang melelahkan itu, mereka dirawat sebelum dibawa ke Gunung Sitoli. Disana mereka bertemu dengan kawan-kawan Jerman lainnya dalam tangsi (kazerne).[6]

Terhitung dari 67 orang yang sampai ke Nias, 2 orang tewas, satu tewas karena kecelakaan perahu dan satu sang kakek yang bunuh diri tadi. Sisa dari mereka adalah 65 orang.
Orang-orang Jerman itu dijaga beberapa orang Belanda dan 38 angggota Veldpolitie.[7] Karena Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang di Kalijati 8 Maret 1942, maka pejabat Belanda di Nias bingung, apa yang harus mereka perbuat. Termasuk pada tawanan Jermannya.[8]

Selama dalam tahanan, Vehring bersekongkol dengan polisi Indonesia.[9] Polisi pribumi itu dengan mudah dibujuk itu tidak puas dengan majikannya, Belanda. Mereka lalu merencanakan sesuatu, kudeta atas pulau Nias. Sebuah baku tembak lalu terjadi, dan sejumlah orang Belanda dan Inggris lalu dijadikan kaum internir oleh orang-orang Jerman yang kini berkuasa. Untuk ini Fischer menjadi perdana menteri Nazi Jerman untuk pulau Nias. Karenanya lambing swastika khas Nazi Jerman mereka buat. Sebuah kontak dengan Jepang-pun mereka buat.

Pada 17 April, tentara jepang mendarat di Nias dengan sambutan meriah dari orang-orang Indonesia. Lagu Indonesia raya saat itu dinyanyikan. Mereka semua memberikan heil Hitler. 20 april yang istimewa, ulang tahun sang fuhrer Adolf Hitler, dirayakan dengan meriah oleh orang-orang Fasis tadi—Jerman dan Jepang sekutunya. 21 April, melaui jalur laut, Teluk Dalam diduduki, dan Hilisimaetano keesokan harinya. Pelan-pelan Jepang menjadi penguasa baru atas pula Nias dengan mudah atas usaha kawan Jermannya tadi. Semua orang Jerman lalu meninggalkan pulau Nias menuju Sibolga kecuali dr Heidt yang lalu bunuh diri karena kesepian pada Agustus 1942.

Literatur:
[1] Walter Spies adalah seorang seniman musik dan pulikis. Pernah menjadi dirigen sebuah orkestra musik klasik sebelum menetap di Bali. Dia adalah seorang homoseksual, Gay. (Rosihan Anwar, Sejarah Kecil: La Petite Histoire, Jakarta, Kompas, 2004. h. 82). Setelah kematiannya, orang tua Walter Spies yang berada di Inggris menuntut ganti rugi setelah perang dengan membuat surat pengaduan. (http://www.bogor.indo.net.id/indonesia tuguperingatanjerman/#atas Diakses tanggal 27 Maret 2007 pukul 08.41.)
[2] Rosihan Anwar, Sejarah Kecil: La Petite Histoire, Jakarta, Kompas, 2004. h. 81.
[3] Pada 20 Juni 1949, Vehring melaporkan kejadian keji itu dengan mengangkat sumpah kepada notaris Bernard Grünewald, di Bielefeld. (http://www.bogor.indo.net.id/indonesia tuguperingatanjerman/#atas Diakses tanggal 27 Maret 2007 pukul 08.41.)
[4] (http://www.bogor.indo.net.id/indonesia tuguperingatanjerman/#atas Diakses tanggal 27 Maret 2007 pukul 08.41.)
[5] (http://www.bogor.indo.net.id/indonesia tuguperingatanjerman/#atas Diakses tanggal 27 Maret 2007 pukul 08.41.)
[6]Rosihan Anwar, Sejarah Kecil: La Petite Histoire, Jakarta, Kompas, 2004. h. 81-82.
[7] Veldpolitie: polisi lapangan. Semacam brigade mobil sekarang ini.
[8] Rosihan Anwar, Sejarah Kecil: La Petite Histoire, Jakarta, Kompas, 2004. h. 82
[9] (http://www.bogor.indo.net.id/indonesia tuguperingatanjerman/#atas Diakses tanggal 27 Maret 2007 pukul 08.41.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar