Judul diatas pastinya sangat menarik. Bagaimana sekelompok
orang-orang Jerman yang dianiaya di Hindia Belanda bisa berontak terhadap
Pemerintah Hindia Belanda. Peristiwa sejarah ini sangatlah menarik dan banyak
orang yang belum mengetahuinya. Sangat menarik bila sejarah kecil ini—La
Petite Histoire istilah Rosihan Anwar—ini diangkat sebagai tulisan utuh
berbentuk buku. Setidaknya akan memperkaya khazanah Indonesia umukmnya dan
Nioas khususnya. Berikut ini hanya sekelumit cerita menarik tentang kudeta
orang Jerman terhadap Belanda di Nias.
Pada 19 januari 1942, kapal Van
Imhoff meninggalkan Sibolga. Kapal ini mengangkut 477 internir Jerman ke India.
Tidak jauh dari pelabuhan muncul pesawat pengintai Angkatan Laut Jepang
(Kaigun) yang menjatuhkan bom ke kapal, perlahan kapalpun tenggelam. Seratus
sepuluh orang Belanda, awak kapal dan penjaga tawanan Jerman, berhasil
menyelamatkan diri dengan sekoci. Para tawanan dibiarkan mati konyol di laut.
Kapten kapal, sebelum pergi meninggalkan kunci-kunci kepada komandan Jerman
yang segera membebaskan para tawanan yang terkurung. Banyak orang Jerman yang
panic lalu tenggelam. Salah satunya Walter Spies[1].
Sayangnya sekoci kapal sudah habis disikat orang-orang Belanda. Hanya ada kapal
kerja (werkboot) dan sejumlah rakit.[2]
Ledakan bom yang dijatuhkan pesawat
pengintai Jepang, menyebabkan banyak ikan laut mati disekitar tenggalamnya
kapal, akan mengundang ikan hiu. Karenanya tawanan yang selamat berusaha
secepat mungkin meninggalkan puing-puing kapal. Kondisi ini juga membuat
sebagian tawanan bunuh diri. Bagi yang bersemangat hidup, berusaha membuat
rakit dari puing sisa ledakan. Sekelompok tawanan menemukan sebuah perahu
dayaung sepanjang 2-3 meter, perahu lalu diisi 14 orang dipimpin oleh Albert
Vehring. Ada 200 orang yang tertinggal dalam kapal. Akhirnya sebuah rombongan
dengan 2 perahu dan sebuah rakit, dipimpin oleh Vehring, melihat kapal Belanda
bernama Boeloengan. Orang-orang Jerman malang itu mengira akan diselamatkan
oleh kapal Belanda. Sayang, setelah bertanya: “apa kalian orang Belanda?” karena
merasa tidak digubris, Boeloengan keburu kabur begitu tahu yang dijumpainya
adalah Jerman yang akan berbahaya bila sekapal, mengingat Jerman adalah musuh
mereka secara politis. Membiarkan musuh mati lebih baik daripada menolongnya.[3]
Hampir semua dari mereka, sampai di
Nias ditangkap lalu disekap oleh aparat keamanan Belanda disana. Orang Jerman
ini akhirnya dibawa ke Gunung Sitoli.[4]
Orang-orang Jerman malang yang berjumlah 67 orang mencapai Nias dalam beberapa
rombangan. Salah satu rombongan ada terdampar di Nias Selatan.
Sekelompok orang Jerman, berjumlah
35m orang, itu lalu mencapai Hilisimaetano, ibukota Nias Selatan. Setelah
melakukan perjalanan yang melelahkan itu, mereka dirawat sebelum dibawa ke
Gunung Sitoli. Disana mereka bertemu dengan kawan-kawan Jerman lainnya dalam
tangsi (kazerne).[6]
Terhitung dari 67 orang yang sampai
ke Nias, 2 orang tewas, satu tewas karena kecelakaan perahu dan satu sang kakek
yang bunuh diri tadi. Sisa dari mereka adalah 65 orang.
Orang-orang Jerman itu dijaga
beberapa orang Belanda dan 38 angggota Veldpolitie.[7]
Karena Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang di Kalijati 8 Maret
1942, maka pejabat Belanda di Nias bingung, apa yang harus mereka perbuat.
Termasuk pada tawanan Jermannya.[8]
Selama dalam tahanan, Vehring
bersekongkol dengan polisi Indonesia.[9]
Polisi pribumi itu dengan mudah dibujuk itu tidak puas dengan majikannya,
Belanda. Mereka lalu merencanakan sesuatu, kudeta atas pulau Nias. Sebuah baku
tembak lalu terjadi, dan sejumlah orang Belanda dan Inggris lalu dijadikan kaum
internir oleh orang-orang Jerman yang kini berkuasa. Untuk ini Fischer menjadi
perdana menteri Nazi Jerman untuk pulau Nias. Karenanya lambing swastika khas
Nazi Jerman mereka buat. Sebuah kontak dengan Jepang-pun mereka buat.
Pada 17 April, tentara jepang
mendarat di Nias dengan sambutan meriah dari orang-orang Indonesia. Lagu
Indonesia raya saat itu dinyanyikan. Mereka semua memberikan heil Hitler.
20 april yang istimewa, ulang tahun sang fuhrer Adolf Hitler, dirayakan dengan
meriah oleh orang-orang Fasis tadi—Jerman dan Jepang sekutunya. 21 April,
melaui jalur laut, Teluk Dalam diduduki, dan Hilisimaetano keesokan harinya.
Pelan-pelan Jepang menjadi penguasa baru atas pula Nias dengan mudah atas usaha
kawan Jermannya tadi. Semua orang Jerman lalu meninggalkan pulau Nias menuju
Sibolga kecuali dr Heidt yang lalu bunuh diri karena kesepian pada Agustus
1942.
[1] Walter Spies
adalah seorang seniman musik dan pulikis. Pernah menjadi dirigen sebuah
orkestra musik klasik sebelum menetap di Bali. Dia adalah seorang homoseksual, Gay.
(Rosihan Anwar, Sejarah Kecil: La Petite Histoire, Jakarta, Kompas,
2004. h. 82). Setelah kematiannya, orang tua Walter Spies yang berada di
Inggris menuntut ganti rugi setelah perang dengan membuat surat pengaduan.
(http://www.bogor.indo.net.id/indonesia tuguperingatanjerman/#atas Diakses
tanggal 27 Maret 2007 pukul 08.41.)
[3] Pada 20 Juni
1949, Vehring melaporkan kejadian keji itu dengan mengangkat sumpah kepada
notaris Bernard Grünewald, di Bielefeld. (http://www.bogor.indo.net.id/indonesia
tuguperingatanjerman/#atas Diakses tanggal 27 Maret 2007 pukul 08.41.)
[4]
(http://www.bogor.indo.net.id/indonesia tuguperingatanjerman/#atas Diakses
tanggal 27 Maret 2007 pukul 08.41.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar