Kamis, 17 Agustus 2017

DIRGAHAYU HUT REPUBLIK INDONESIA KE-72




Dengan Semangat Kemerdekaan, mari kita membangun bangsa dan negara Indonesia tercinta ini dengan mendukung & melaksanakan KERJA BERSAMA.

Dengan  kebersamaan, kita memperkokoh Bhineka Tunggal Ika, berdasar Pancasila dan UUD 1945 tanpa membeda-bedakan suku, bahasa, agama dan daerah. 

BERSATU KITA TEGUH BERCERAI KITA RUNTUH !!

NKRI HARGA MATI !!!

Sabtu, 22 Juli 2017

TURNAMEN DALAM RANGKA HUT PAMANIS & SILATURAHMI DPD HIMNI JABAR (Tahun 2017)


Dalam Rangka merayakan HUT PAMANIS ke 41 tahun dan silaturahmi DPD HIMNI Jawa Barat tahun 2017, maka diselenggarakan Turnamen Olah raga Badminton, Bola Voli, dan Futsal.
Diselenggarakan di Bandung, di beberapa lokasi orang raga, mulai dari bulan Juli sampai awal bulan September 2017.

Diharapkan keikutsertaan seluruh organisasi Ono Niha yang ada di wilayah Jawa Barat untuk mengirimkan Tim utusan nya untuk ikut bertanding. Diharapkan dengan adanya acara ini maka tali persaudaraan di antara sesama Ono Niha (orang Nias) dari organisasi apapun akan semakin erat dan kompak. 

SELAMAT BERTANDING.

BERSATU KITA BISA.

Jumat, 14 Juli 2017

SELAMAT & SUKSES ATAS RAKERNAS HIMNI 2017

BLOGGER NIAS PULAU WISATA

mengucapkan:

SELAMAT & SUKSES
 
KEPADA  
DEWAN PENGURUS PUSAT (DPP)
HIMPUNAN MASYARAKAT NIAS INDONESIA (HIMNI)


DAN KEPADA SELURUH PESERTA DPD & DPC SELURUH INDONESIA

ATAS PELAKSANAAN

ACARA RAKERNAS HIMNI TAHUN 2017

DENGAN TEMA:
"MEWUJUDKAN NIAS PULAU IMPIAN"

Dengan Semangat Bersatu Kita Bisa,
HIMNI Konsisten Memajukan Kepulauan Nias

Tempat : PURI MEGA HOTEL, JAKARTA PUSAT

Tanggal : 15 - 16 JULI 2017

BERSATU KITA BISA !!! 

YA'AHOWU !!

Rabu, 05 Juli 2017

Letak dan Keadaan Geografis Pulau Nias



Kabupaten Nias yang merupakan salah satu wilayah kabupaten di Provinsi Sumatera Utara yang disebut Pulau Nias. Perjalanan menuju Pulau Nias ditempuh dengan menggunakan kapal laut dan pesawat. Perjalanan menggunakan kapal laut ditempuh dari pelabuhan Sibolga menggunakan Kapal Barau, Nias Indah dan Kapal Ferry. Sedangkan perjalanan udara ditempuh dari Bandara Polonia Medan menuju Bandara Binaka Nias selama 1 jam dengan menggunakan pesawat SMAC, dan Merpati.

Luas Kabupaten Nias adalah 3.495,40 Km² atau 4,88% dari luas wilayah Provinsi Sumatera Utara dan merupakan daerah gugusan pulau yang jumlahnya mencapai 132 pulau. Menurut letak geografis, Kabupaten Nias terletak pada garis 0º12’-1º32’LU (Lintang Utara) dan 97º-98ºBT (Bujur Timur) dekat dengan garis khatulistiwa dengan batas-batas wilayah :
  • Sebelah Utara         : berbatasan dengan Pulau-pulau Banyak Provinsi   Nanggroe Aceh Darussalam;
  • Sebelah Selatan      : berbatasan dengan Kabupaten Nias Selatan, Provinsi Sumatera Utara;
  • Sebelah Timur        :  berbatasan dengan Pulau Mursala, Kabupaten Tapanuli Tengah;
  • Sebelah Barat         :   berbatasan dengan Samudera Hindia.
Pemekaran daerah adalah pemecahan provinsi atau kabupaten/ kota menjadi dua daerah atau lebih. Pemekaran daerah pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan pelayan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Semangat otonomi daerah dan fenomena keinginan masyarakat pada berbagai wilayah di Indonesia untuk membentuk daerah otonom baru melalui pemekaran daerah juga terasa dan menjadi aspirasi masyarakat Nias. Pada tanggal 29 Oktober 2008, DPR RI mensyahkan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2008 tentang pembentukan Kabupaten Nias Utara yang terdiri dari, Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2008 tentang pembentukan Kabupaten Nias Barat, Undang-Undang Nomor 47 Tahun 2008 tentang pembentukan Kota Gunungsitoli

Adapun pembagian wilayah di Pulau Nias yakni:

  1. Bawolato
  2. Gido
  3. Hili Serangkai
  4. Hiliduho
  5. Idano Gawo
  1. Afulu
  2. Lotu
  3. Alasa
  4. Alasa Talumuzoi
  5. Lahewa
  6. Lahewa Timur
  7. Namohalu Esiwa
  8. Sawo
  9. Sitolu Ori
  10. Tugala Oyo
  11. Tuhemberua
  1. Lahomi
  2. Lolofitu Moi
  3. Mandrehe
  4. Mandrehe Barat
  5. Mandrehe Utara
  6. Moro’o
  7. Sirombu
  8. Ulu Moro’o
  1. Gunung Sitoli
  2. Gunung Sitoli Alo’oa
  3. Gunung Sitoli Barat
  4. Gunung Sitoli Idanoi
  5. Gunung Sitoli Selatan
  6. Gunung Sitoli Utara

Kabupaten Nias Selatan adalah salah satu kabupaten di Sumatra Utara yang terletak di pulau Nias. Penduduknya berjumlah 275.422 jiwa (Januari 2005). Nias Selatan sebelumnya adalah bagian Kabupaten Nias. Status otonom diperoleh pada 25 Februari 2003 dan diresmikan pada 28 Juli 2003. Kabupaten ini terdiri dari 104 gugusan pulau besar dan kecil. Letak pulau- pulau itu memanjang sejajar Pulau Sumatera. Panjang pulau-pulau itu lebih kurang 60 kilometer, lebar 40 kilometer.

Dari seluruh gugusan pulau itu, ada empat pulau besar, yakni Pulau Tanah Bala (39,67 km²), Pulau Tanah Masa (32,16 km²), Pulau Tello (18 km²), dan Pulau Pini (24,36 km²). Tidak seluruh pulau berpenghuni. Masyarakat Nias Selatan tersebar di 21 pulau dalam delapan kecamatan.

Nias Selatan terdiri atas 8 kecamatan yaitu:
  1. Kepulauan Batu
  2. Pulau Hibala
  3. Teluk Dalam
  4. Amandraya
  5. Lahusa
  6. Gomo
  7. Lolomatua
  8. Lolowau
Pulau Nias beriklim tropis dengan curah hujan yang cukup tinggi yaitu mencapai 2.927,6 mm pertahun sedangkan jumlah hari hujan setahun 200-250 hari atau 86 %. Kelembaban udara rata-rata setiap tahun antara 90 %, dengan suhu udara berkisar antara 17,0ºC – 32,60ºC.

Kondisi alam daratan Pulau Nias sebagian besar berbukit-bukit dan terjal serta pegunungan dengan tinggi di atas laut bervariasi  antara 0-800 m, yang terdiri dari dataran rendah hingga bergelombang sebanyak 24% dari tanah bergelombang hingga berbukit-bukit 28,8% dan dari berbukit hingga pegunungan 51,2% dari seluruh luas daratan. Akibat kondisi alam yang demikian mengakibatkan adanya 102 sungai-sungai kecil, sedang, atau besar ditemui hampir diseluruh kecamatan.

Iklim

Keadaan iklim Kabupaten Nias di pengaruhi oleh Samudra Hindia. Suhu udara dalam satu tahun rata-rata 26°C dan rata-rata maksimum 31°C. Kecepatan rata-rata dalam satu tahun 14 knot/jam dan bisa mencapai rata-rata maksimum sebesar 16 knot/jam dengan arah angin terbanyak berasal dari arah utara.

Senin, 03 April 2017

Orang Nias Tahun 1150 Masehi Masih Hidup di Dalam Gua

PENDAHULUAN

Tiga faktor utama dalam perkembangan sejarah adalah faktor alam, manusia dan kebudayaan beserta bentuknya. Kelangsungan hidup manusia secara langsung dipengaruhi oleh lingkungan alam dan fisik tempat tinggal. Usaha manusia dalam memanfaatkan lingkungan hidup dilakukan dengan cara mengolah secara berkelanjutan untuk memenuhi kehidupannya baik kehidupan jasmani seperti pangan dan papan maupun rohani seperti religi, dari tingkat sederhana sampai kepada tingkatan yang lebih kompleks.

Manusia, sebagai bagian dari sistem kehidupan turut menciptakan corak dan bentuk pada lingkungannya. Hal tersebut dikarenakan manusia dibekali oleh akal fikiran yang memungkinkan berkembangnya suatu teknologi. Teknologi merupakan salah satu unsur yang dapat menentukan tingkat kebudayaan manusia apabila mencermati perkembangan kehidupan manusia melalui tinggalan arkeologi, terlihat bahwa manusia melalui kebudayaannya akan berusaha merespon lingkungan alam dimana ia merupakan salah satu unsurnya.

Perkembangan budaya pada kala Plestosen berjalan lambat. Hal ini mencerminkan kesulitan manusia pada masa ini dalam menghadapi tantangan alam. Pada kala Holosen lingkungan alam mengalami perubahan yang drastis sehingga lingkungan semakin stabil dan alternatif pemenuhan kebudayaan semakin banyak. Dengan gejala tersebut maka kebudayaan pada kala ini berjalan lebih cepat dibandingkan dengan masa sebelumnya. Kebudayaan pada kala Holosen di Indonesia ditandai dengan munculnya kelompok budaya baru melalui inovasi di bidang teknologi maupun sosial ekonomi. Contoh kebudayaan tersebut meliputi budaya Hoabinian, kelompok industri serpih bilah, kelompok industri tulang Sampungian, dan kelompok budaya lukisan gua.

Keterkaitan manusia dengan lingkungan alam akan terlihat dari pemanfaatan bentang alam dan sumberdaya batuan, selain pemanfaatan binatang dan tumbuhan. Pemilihan tempat hunian secara tidak langsung dipengaruhi oleh beberapa pertimbangan, diantaranya ketersediaannya sumber daya alam, keamanan, akses yang mudah pada lokasi sumber daya, efektifitas dan efisiensi energi operasional dalam pengelolaan sumber daya.

Pada tahap awal, karakter hunian lebih banyak dipengaruhi oleh lingkungan dari pada kecerdasan. Gua sebagai tempat tinggal merupakan satu tahap sebelum kehidupan yang lebih menetap. Kehidupan pada tahap ini masih bersifat sementara (semi-permanen) yang dipengaruhi keberadaan sumber daya di lingkungan sekitar. Pada tahap berikutnya, manusia hidup secara permanen (menetap) di suatu tempat dengan kehidupan dan kebutuhan yang lebih kompleks, termasuk kebutuhan dalam kehidupan religi. Pada masa ini mulai muncul monumen-monumen yang ditujukan sebagai kepentingan religi (megalitik).

PENELITIAN DI GUA TOGI NDRAWA

Gua Togi Ndrawa di Dusun II, Desa Lolowonu Niko’otano, Kecamatan Gunung Sitoli, Kabupaten Nias. Terletak antara 010 16.960’ LU dan 970 35.675’ BT dengan ketinggian 175 dpl dan berjarak sekitar 3 km dari Gunung Sitoli. Situs ini terletak pada lereng perbukitan dengan karakter terjal dan sedang. Memiliki empat mulut gua yang memanjang dari arah Selatan ke Utara. Mulut gua menghadap ke Timur dan Tenggara dengan ukuran panjang, lebar dan tinggi atap gua yang berbeda-beda.

Penelitian arkeologi di Gua Togi Ndrawa oleh Balai Arkeologi Medan secara bertahap dimulai sejak tahun 1999 sampai dengan tahun 2002. Rangkaian penelitian tersebut menghasilkan data mengenai kehadiran manusia di situs tersebut. Adapun temuan yang dihasilkan berupa alat-alat batu yang berkarakter mesolitik, diantaranya serpih batu, batu pukul dan pipisan. Temuan lain berupa sisa-sisa vertebrata yang terdiri dari ikan (Pisces), ular (Ophodia), buaya (Squamosa), kura-kura (Testudinidae), hewan pemakan daging (Carnivora), Hewan pengerat (Rodentia), kelelawar (Chiroptera), hewan berkuku genap (Artiodactyla) dan Primata cangkang moluska yang terdiri dari kelas Gastropoda dan Pelecypoda. Kemudian penelitian dilanjutkan bekerja sama dengan Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Jakarta dan Institu de Recherche pour de Developpment, Perancis.

Kehadiran manusia di dalam gua ini tercermin dari temuan-temuan arkeologis yang ditemukan seperti cangkang moluska, sisa-sisa vertebrata (tulang dan gigi), batu yang memiliki indikasi sebagai alat, arang sebagai sisa pembakaran, oker dan temuan lainnya. Selain itu pada lapisan ini ditemukan alat dari tanduk, beberapa batu pukul, dan batu andesit lonjong. Selain dari temuan artefaktual, kegiatan manusia tercermin pada sisipan abu berwarna keputihan yang merupakan abu sisa pembakaran tersebut.

Indikasi kehidupan manusia sampai pada kedalaman kurang lebih 400 cm. Hal ini tercermin dari data artefaktual yang masih ditemukan sampai kedalaman ini. Temuan yang cukup menarik pada salah satu kotak gali yaitu batu andesit lonjong dengan karakter sebagai alat pemukul, batu pukul dan alat (spatula) dari tanduk. Selain itu pada kotak ini ditemukan juga sisa-sisa vertebrata berupa rahang bawah (mandibula) dari macaca.sp dan fragmen rahang Suidae, canin Suidae dan beberapa gigi yang kemungkinan dari famili Suidae pula.

Dari beberapa temuan tulang, terdapat lima artefak, yaitu : dua lancipan berbahan tulang, dua spatula dari tulang panjang dan satu spatula dari tanduk rusa (Cervidae).

Determinasi terhadap lancipan tulang didasari atas adanya jejak reduksi dari anggota tulang panjang sehingga menghasilkan satu fragmen memanjang, bidang yang dihaluskan dan usaha peruncingan pada bagian ventral fragmen. Pada spatula tulang dan tanduk pengamatan terfokus pada adanya jejak penghalusan pada bagian ventral dan jejak peretusan pada wilayah tersebut. Beberapa cangkang moluska menunjukkan adanya modifikasi lebih lanjut sebagai peralatan sehari-hari (artefak). Tipelogi artefak cangkang hasil temuan penggalian ini, berdasarkan satuan analisis terdiri dari : serut, serut penusuk, penggosok dan penusuk.

Analisis yang dilakukan, artefak litik dari situs Togi Ndrawa berasal dari bahan batu gamping, andesit dan batuan kuarsa. Secara tipologi artefak litik dari situs Togi Ndrawa terdiri dari chopper, chopping tool, pipisan, serut samping, serut gerigi, serut berpunggung, serut ujung, serut cembung dan gurdi.

Hasil analisis dengan menggunakan metode radio carbon atas sampel moluska yang ditemukan di dalam tanah serta sampel abu pembakaran dihasilkan kronologi absolut yaitu berturut-turut dari kedalam 15 cm sampai 400 cm di bawah permukaan tanah menghasilkan : 850±90 BP (Before Present), 1330±80 BP, 1540±90 BP, 3540±100 BP, 5540±110 BP, 7890±120 BP, 8590±140 BP, 9180±150 BP, 9540±210 BP, 11.010±250 BP, 12.170±400 BP.

Kudeta Jerman Di Pulau Nias

Judul diatas pastinya sangat menarik. Bagaimana sekelompok orang-orang Jerman yang dianiaya di Hindia Belanda bisa berontak terhadap Pemerintah Hindia Belanda. Peristiwa sejarah ini sangatlah menarik dan banyak orang yang belum mengetahuinya. Sangat menarik bila sejarah kecil ini—La Petite Histoire istilah Rosihan Anwar—ini diangkat sebagai tulisan utuh berbentuk buku. Setidaknya akan memperkaya khazanah Indonesia umukmnya dan Nioas khususnya. Berikut ini hanya sekelumit cerita menarik tentang kudeta orang Jerman terhadap Belanda di Nias.

Pada 19 januari 1942, kapal Van Imhoff meninggalkan Sibolga. Kapal ini mengangkut 477 internir Jerman ke India. Tidak jauh dari pelabuhan muncul pesawat pengintai Angkatan Laut Jepang (Kaigun) yang menjatuhkan bom ke kapal, perlahan kapalpun tenggelam. Seratus sepuluh orang Belanda, awak kapal dan penjaga tawanan Jerman, berhasil menyelamatkan diri dengan sekoci. Para tawanan dibiarkan mati konyol di laut. Kapten kapal, sebelum pergi meninggalkan kunci-kunci kepada komandan Jerman yang segera membebaskan para tawanan yang terkurung. Banyak orang Jerman yang panic lalu tenggelam. Salah satunya Walter Spies[1]. Sayangnya sekoci kapal sudah habis disikat orang-orang Belanda. Hanya ada kapal kerja (werkboot) dan sejumlah rakit.[2]
 
Ledakan bom yang dijatuhkan pesawat pengintai Jepang, menyebabkan banyak ikan laut mati disekitar tenggalamnya kapal, akan mengundang ikan hiu. Karenanya tawanan yang selamat berusaha secepat mungkin meninggalkan puing-puing kapal. Kondisi ini juga membuat sebagian tawanan bunuh diri. Bagi yang bersemangat hidup, berusaha membuat rakit dari puing sisa ledakan. Sekelompok tawanan menemukan sebuah perahu dayaung sepanjang 2-3 meter, perahu lalu diisi 14 orang dipimpin oleh Albert Vehring. Ada 200 orang yang tertinggal dalam kapal. Akhirnya sebuah rombongan dengan 2 perahu dan sebuah rakit, dipimpin oleh Vehring, melihat kapal Belanda bernama Boeloengan. Orang-orang Jerman malang itu mengira akan diselamatkan oleh kapal Belanda. Sayang, setelah bertanya: “apa kalian orang Belanda?” karena merasa tidak digubris, Boeloengan keburu kabur begitu tahu yang dijumpainya adalah Jerman yang akan berbahaya bila sekapal, mengingat Jerman adalah musuh mereka secara politis. Membiarkan musuh mati lebih baik daripada menolongnya.[3]

Hampir semua dari mereka, sampai di Nias ditangkap lalu disekap oleh aparat keamanan Belanda disana. Orang Jerman ini akhirnya dibawa ke Gunung Sitoli.[4] Orang-orang Jerman malang yang berjumlah 67 orang mencapai Nias dalam beberapa rombangan. Salah satu rombongan ada terdampar di Nias Selatan. 

Jumat, 31 Maret 2017

BLOG LIRIK LAGU NIAS

Ya'ahowu ira Ama, ira Ina ba ira talifuso fefu...

Mari kita melestarikan Lagu Nias dengan sering menyanyikannya, baik secara pribadi, berkelompok, maupun dalam berbagai kegiatan di gereja, di pagelaran budaya, dan lain-lain.


Kunjungi : http://liriklagu-nias.blogspot.co.id/
Aine Manuno Ita..

Asal-usul Orang Nias Ditemukan

Sumber :
http://sains.kompas.com/read/2013/04/16/09081323/Asalusul.Orang.Nias.Ditemukan
(Selasa, 16 April 201)

JAKARTA, KOMPAS.com
- Penelitian genetika terbaru menemukan, masyarakat Nias, Sumatera Utara, berasal dari rumpun bangsa Austronesia. Nenek moyang orang Nias diperkirakan datang dari Taiwan melalui jalur Filipina 4.000-5.000 tahun lalu.

Mannis van Oven, mahasiswa doktoral dari Department of Forensic Molecular Biology, Erasmus MC-University Medical Center Rotterdam, memaparkan hasil temuannya di Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Jakarta, Senin (15/4/2013). Oven meneliti 440 contoh darah warga di 11 desa di Pulau Nias.

”Dari semua populasi yang kami teliti, kromosom-Y dan mitokondria-DNA orang Nias sangat mirip dengan masyarakat Taiwan dan Filipina,” katanya.

Kromosom-Y adalah pembawa sifat laki-laki. Manusia laki-laki mempunyai kromosom XY, sedangkan perempuan XX. Mitokondria-DNA (mtDNA) diwariskan dari kromosom ibu.

Penelitian ini juga menemukan, dalam genetika orang Nias saat ini tidak ada lagi jejak dari masyarakat Nias kuno yang sisa peninggalannya ditemukan di Goa Togi Ndrawa, Nias Tengah. Penelitian arkeologi terhadap alat-alat batu yang ditemukan menunjukkan, manusia yang menempati goa tersebut berasal dari masa 12.000 tahun lalu.

”Keragaman genetika masyarakat Nias sangat rendah dibandingkan dengan populasi masyarakat lain, khususnya dari kromosom-Y. Hal ini mengindikasikan pernah terjadinya bottleneck (kemacetan) populasi dalam sejarah masa lalu Nias,” katanya.

Studi ini juga menemukan, masyarakat Nias tidak memiliki kaitan genetik dengan masyarakat di Kepulauan Andaman-Nikobar di Samudra Hindia yang secara geografis bertetangga.

Jejak terputus

Menanggapi temuan itu, arkeolog dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional Sony Wibisono mengatakan, teori tentang asal-usul masyarakat Nusantara dari Taiwan sebenarnya sudah lama disampaikan, misalnya oleh Peter Bellwood (2000). Teori Bellwood didasarkan pada kesamaan bentuk gerabah.

”Masalahnya, apakah migrasi itu bersifat searah dari Taiwan ke Nusantara, termasuk ke Nias, atau sebaliknya juga terjadi?” katanya. Sony mempertanyakan bagaimana migrasi Austronesia dari Taiwan ke Nias itu terjadi.

Herawati Sudoyo, Deputi Direktur Lembaga Eijkman yang juga menjadi pembicara, mengatakan, migrasi Austronesia ke Nusantara masih menjadi teka-teki. ”Logikanya, dari Filipina mereka ke Kalimantan dan Sulawesi. Tetapi, sampai saat ini data genetika dari Kalimantan dan Sulawesi masih minim. Masih ada missing link,” katanya.

Di Kalimantan, menurut Hera, yang diteliti genetikanya baru etnis Banjar. Hasilnya menunjukkan, mereka masyarakat Melayu. Di Sulawesi yang diteliti baru Sulawesi Selatan. ”Masih banyak studi yang harus dilakukan,” katanya.

SEJARAH ASAL-USUL ORANG NIAS


Pada masa saat ini telah banyak etnografi – etnografi atau tulisan – tulisan yang menceritakan tentang etnis Nias. Etnografi itu dicatat dalam beberapa tujuan diantaranya identik dengan model perdagangan, keagamaan, kearifan lokal, kesenian, dan sebagainya. Namun dari sekian banyak etnografi atau literatur yang telah ada, belum ada sumber yang pasti dan benar tentang asal – usul darimana Ono niha (orang nias) berasal . Kebanyakan literatur dan sumber sejarah hasil penelitian menyatakan bahwa sebagian besar orang nias berasal dari negeri Cina. Namun pendapat ini diperkuat dari faktor fisik atau ciri – ciri tubuh orang nias kebanyakan memiliki kemiripan dengan orang cina, yaitu kulit kuning atau sawo matang dan memiliki bentuk mata sipit.


Penelitian Pastor Johannes Maria Harmmerle, OFMCap telah banyak menulis tentang Nias, dan salah satu sumber asal – usul di dalamnya menyatakan hal demikian. Dalam bukunya mengatakan terlalu mudah mengatakan bahwa Nias berasal dari satu daerah. Hal itu disebabkan Nias sendiri belum tentu terdiri hanya sebagai satu etnis saja. Sehingga terdapat beberapa hipotesa mengenai asal – usul orang Nias. Namun dari beberapa tulisan tentang Nias, Pastor Johannes menyimpulkan kelompok – kelompok etnis Nias yang didasarkan pada tradisi lisan terdiri dari tiga kelompok. Kelompok etnis pertama adalah kelompok yang tinggal di dalam gua dengan ciri anatomi tubuh berkepala besar.

Kelompok etnis kedua disebut belah dengan ciri fisik berkulit putih. Kelompok etnis kedua ini tinggal menetap di atas pohon. Sedangkan kelompok ketiga adalah kelompok manusia. Kelompok ini berasal dari tanah seberang yang datang dengan menggunakan kapal laut dan memakai rantai. Asal – usul dari kelompok etnis ketiga berasal dari seorang ibu bernama Siraso, sehingga dia dianggap sebagai wanita leluhur. Ibu Siraso memiliki anak yang bernama resmi Ho atau Hia. Hia ini adalah pemimpin kelompok manusia, kelompok yang memiliki keunggulan peradaban dari kedua etnis lainnya seperti hukum adat, pertanian, dan lain – lain. Orang Nias yakin kelompok inilah yang merupakan asal – usul mereka karena memiliki sejarah yang jelas.

Berdasarkan informasi yang diperoleh hasil dari wawancara mendalam kepada salah seorang tokoh masyarakat Lagundri, Martin Wau, mengatakan bahwa orang Nias berasal dari Cina atau orang Indonesia biasa menyebut dengan etnis tionghoa. Cerita ini berasal dari sebuah folklore berupa Legenda seorang gadis anak raja yang berasal di wilayah antara Assam dan kaki gunung Himalaya, di bagian utara India. Namun kata Martin lagi, selain dari Assam asal mereka juga ada yang mengatakan dari Tibet atau Naga Land. Anak gadis raja tadi bernama Xin Xua, dimana cerita pengembaraannya diawali karena sang gadis diketahui sedang mengandung di luar nikah. Atas kejadian ini sang Raja marah dan murka sekali. Kemudian raja itu mengumpulkan semacam dewan adat pada saat itu untuk mengadili dan memberi hukuman, karena hamil di luar nikah bagi kelompok mereka saat itu adalah pelanggaran dan sebuah aib besar. Sang raja menginginkan sang gadis dihukum mati, namun tidak demikian halnya dengan keputusan dewan adat. Mereka tidak menginginkan gadis itu sampai dihukum mati melainkan diusir keluar dari kelompok mereka.

Lalu mereka semua mempersiapkan segala sesuatu seperti membuat sebuah kapal dan perbekalannya untuk dibawa Xin Xua mengarungi lautan luas. Lalu pergilah Xin Xua dengan ditemani seekor anjing kesayangannya menuju ke wilayah nusantara dan pada akhirnya berlabuh di Pulau Nias sekarang. Karena legenda inilah Martin menambahkan, makanya orang Nias juga mencintai anjing dan banyak ditemukan di rumah – rumah orang Nias sampai sekarang.

Tempat awal dimana Xin Xua mendarat adalah di hilir sungai Susua. Konon etimologi kata Susua berasal dari kata Xin Xua yang diabadikan menjadi nama sungai sampai saat ini. Setelah mendarat ditepi pantai dan muara sungai Susua ini, maka menetaplah Xin Xua ditempat ini hingga dia melahirkan anak yang dikandungnya. Ketika Xin Xua memutuskan untuk tinggal di sana, maka dinaikkannya kapal yang membawanya ke darat untuk dijadikan rumahnya. Kemudian untuk menghindari bahaya seperti binatang buas dibuatlah kaki sehingga menjadi rumah panggung seperti rumah nias sekarang.

Begitu anaknya lahir, Xin Xua memberikan nama bagi anaknya ini Hian Hok . Setelah Hian Hok dewasa, maka pada suatu hari ibunya berkata kepadanya agar anaknya harus meninggalkan ibunya dan pergi untuk mengembara dan mengenali pulau ini. Xin Xua hanya memberikan cincin kepadanya dan berpesan: “jika pada suatu hari dia menemukan seorang gadis dan ketika cincin itu bisa disematkan di jari manisnya maka jadikanlah dia sebagai istrinya”.

Lalu pergilah Hian Hok dan menurut Martin lagi perjalanan yang dilakukan Hian Hok saat itu diawali dengan menyusuri sungai Susua menuju keatas dan kearah hulu sungai. Ujung perjalanan dari Hian Hok adalah di wilayah Gomo . Tempat inilah yang sebagian besar orang Nias sampai sekarang disebut sebagai daerah dari mana mereka berasal di Nias. Wilayah yang di tempati Hian Hok di Gomo adalah salah satu kampung di atas Kecamatan Gomo yang berjarak sekitar delapan Kilometer yang bernama Boronadu (baca : berenadu) di Desa Sifalago Gomo.

Ketika Hian Hok sedang duduk di sebuah pohon besar (kayu Fosi) tiba – tiba muncul seorang perempuan, banyak argumentasi menyatakan bahwa perempuan itu ibunya, ada juga yang menyatakan perempuan lain. Ketika disematkan cincin pemberian ibunya itu di jari perempuan itu dan cocok, lalu mereka pun menikah dan memiliki keturunan yang kita sebut anak Nias sampai sekarang.



Keterangan :

  1. Kayu Fosi adalah Pohon besar ini masih ada sampai sekarang sudah berusia ratusan tahun namun tinggi pohon itu tidak lebih dari 40 meter. Pohon ini memiliki satu anak. Masyarakat nias percaya setiap kejadian di batang kayu ini mereka yakini pasti akan terjadi suatu kejadian. Contoh jika daun – daunan berguguran, maka akan terjadi wabah penyakit di kampung itu dan apabila batang kayu patah pasti aka nada petua – petua adat yang akan meninggal dunia.
  2. Orang Nias biasa menyebut diri mereka dengan Ono Niha. Niha dalam bahasa Nias berarti manusia.

DONGENG : "ASAL MUASAL MASYARAKAT NIAS "


Pada zaman dahulu kala di negara Cina yang sekarang ini dikenal dengan sebutan Negara RCC. Di bagian Selatan ada sebuah Kerajaan yaitu daerah Yunan Selatan. Didaerah ini erdiri sebuah kerayaan yang sangat ketat peraturannya. Kerajaan ini dipimpin oleh seorang raja, baik dari segi Pemerintahan kekuasaan yang sangat tinggi maka rakyat sangat tunduk pada perintah yang telah diputuskan oleh raja. Pada saat itu mengeluarkan satu peraturan tentang hukuman kepada yang melakukan kejahatan, yaitu hukuman pancung (hukuman mati).

Pada suatu waktu terjadi kasus krimina yaitu anak raja sendiri hamil tanpa diketahui siapa pelaku dari perbuatan keji itu terhadap putri raja. Karena Raja mengingat hukum yang dikeluarkannya kepada seluruh rakyat dan juga menjadi nama baik sebagai raja maka dijatuhkan hukuman kepada putrinya. 

Adapun hukuman yang telah diputuskan kepada putrinya di depan para pengawal istana yaitu agar putrinya dipancung. Akan tetapi, para pengawal istana tidak antusias dari hukuman yang diputuskan raja kepada putrinya yang cantik jelita itu. Namun para pengawal mengusulkan kepada sang raja agar putrinya mendapat generasi dari raja yaitu supaya bukan dihukum pancung melainkan dibuang di tengah laut Samundra Hindia. Akhirnya raja menerima usulan para pengawalnya itu. 

Seusai mendengar putusan hukuman dari raja, para pengawal istana menyediakan satu buah perahu layar yang di dalamnya telah dilengkapi kekal selama perjalanan dan berbagai bibit tanaman serta satu ekor anjing sebagai pengawal sang putri bila suatu waktu terdampar di sesuatu tempat. Akhirnya sang putri yang malang itu dihanyutkan di lautan Samudera Hindia. Karena arus angin dari Utara lebih kuat dibanding dengan arus angin dari Selatan maka perahu sang putri terdampar disebuat Pulau kecil. Pulau tersebut sekarang ini disebut dengan Pulau Nias. Ketika sang putri terdampar, ternyata lokasi pada bagian Pulau itu sekarang ini yaitu di muara sungai pada bagian Pulau itu sekarang ini yaitu di muara sungai “SUSUA”. 

Di muara sungai itu sang putri melihat di sana-sini ternyata tak seorangpun manusia yang menghuni muara itu. Akhirnya dia memutuskan untuk pergi menuju hulu sungai dengan tujuan mencari daerah yang ada orang penghuninya.   Sesampai tengah jalan menuju hulu sungai, sang putri melihat asap disekitar lereng pegunungan. Dan dia berperasaan ada orang yang bisa membantunya. Ternyata sesampai di sekitar daratan yang ada asap itu, tidak ada seorang manusia yang dapat menjadi penolongnya. Akhirnya dia duduk dibawa pohon rindang, dengan sedihnya ia berpikir bahwa di Pulau ini ternyata memang tak seorangpun manusia yang kian menjadi penghuninya. 

Kelelahan tiadak duanya yang menimpa dirinya, akhirnya tanpa disadari matanya terpenjam dan menandakan bahwa ia telah tertidur pulas. Tiba-tiba ia terjaga namun ia tak pernah lepas dari kesedihan yang menimpa dirinya. Dari tempat ia duduk dan dengan sedihnya memikirkan nasibnya, namun tak terasa air mata mengalir membasahi pipi yang sangat mulus itu. Dengan kegundahan hati yang amat dalam akhirnya ia memutuskan dan bertekad untuk berdomisili di tempat itu. 

Hari berganti hari dan bulan berganti bulan tak terasa, umur kandungnya telah sampai saatnya ia untuk melahirkan. Dan muzijat dari Tuhan memang datang tanpa diduga-duga dan Tuhan pun tak pernah membiarkan Umat-Nya hidup di dalam kemandirian. Ia melahirkan seorang anak laki-laki yang sangat manis dan lucu. 

Tahun demi tahun anak laki-laki satu-satunya bagi sang putri beranjak menuju kedewasaan. Dan pekerjaan mereka sehari hanya bercocok tanam. Sewaktu-waktu sang putri berkata kepada anak tunggalnya “Hai anakku, pergilah engkau mengelilingi pulau ini. Anaknya menjawab “Ibunda, apa gerangan sehingga Bunda menyuruhku untuk pergi mengelilingi pulai ini ? “Namun Ibunya berkata “Anakku usiamu sudah beranjak dewasa, akan tetapi pastilah engkau tidak mungkin hidup menyendiri melainkan engkau menginginkan satu orang pendamping hidup, untuk itu berangkatlah dancincin ini kuberikan padamu menandakan bahwa bunda selalu bersamamu. Dan apabila diperjalanan engkau menemukan seseorang kalau dia perempuan pasangkanlah cincin ini dijari manisnya dan jadikanlah ia sebagai istrimu. Juga bila kamu sampai pada muara sungai yang besar jika hatimu bergetar maka telusurilah kehulu sungai itu. Dan bila kamu ketemu dengan seseorang berikanlah ia cincin ini dan jadikanlah dia sebagai istrimu. Maka anaknya dengan berat hati berangkat meninggalkan ibunya di tengah hutan tanpa ada manusia yang menjadi tetangganya. 

Tahun berganti tahun anaknya mengelilingi pulau namun tak seorang pun juga sosok, manusia yang berjumpa dengan dia. Suatu ketika ia sampai di muara sungai besar. Dan hatinya bergetar, sehingga ia teringat akan amanat bundanya kepada dia. Akhirnya ia memutuskan untuk menelusuri hulu sungai itu. Sesampai ke hulu sungai dan ternyata ia bertemu dengan seorang gadis yang sangat cantik jelita dan tanpa berpikir panjang ia langsung memasangkan cincin di jari manis gadis itu dan ia berkata “kaulah istriku”, sebab ibuku berpesan jika cincin ini cocok pada jari manis setiap gadis yang saya temui maka ia adalah istriku”. 
         Pada suatu ketika mereka menjadi syah sebagai suami-istri dan membentuk satu keluarga bahagia. Dan mereka dikaruniai banyak anak laki-laki dan perempuan. Namun akhirnya keluarga tersebut berkembang sehingga menjadi satu dusun. Dusun tersebut sekarang ini kita kenal yaitu “Dusun Boronadu”. Sejak saat itulah asal muasal penduduk daerah Nias.  

Makanan Khas Nias

Pernahkah Anda berkunjung ke pulau Nias? Jika belum, saatnya Anda mencoba berwisata ke pulau nias, karena di sana mimiliki banyak objek wisata yang tidak kalah dengan objek wisata di daerah lain.
Seperti daerah lainnya, Nias mempunyai makanan khas yang tidak kalah unik dan khas. Makanan khas yang sudah turun temurun, sampai sekarang terus dibudidayakan oleh masyarakat Nias. Walaupun zaman sudah maju, banyaknya jenis makanan ala modern saat ini, namun makanan khas Nias tidak pernah dilupakan.


Berikut adalah beberapa makanan khas di Nias:



1. Ni'owuru
Ni'owuru adalah daging babi yang diawetkan dengan menggunakan garam.  Daging dioleskan atau ditaburkan dengan garam sebanyak-banyaknya. Semakin banyak garam maka semakin awet pula. Daging tetap awet dan tidak perlu ditaruh dalam kulkas. Cukup ditaruh dalam tempat tertutup seperti dalam baskom atau plastik. Daging ini bisa bertahan beberapa bulan bahkan beberapa tahun bila tempat penyimpanannya bagus. Soal rasa, pasti bisa ditebak, asin sekali, tapi rasanya tetap rasa daging khas asinnya.
Cara pengawetan seperti ini sudah turun temurun di nias sejak dari nenek moyang, karena dulu belum ada freezer atau kulkas sehingga inilah cara orang nias mengawetkan daging. Sebenarnya bukan hanya daging babi saja, bisa juga daging lain seperti daging ayam, ikan, dsb. Tetapi yg sudah menjadi kebiasaan adalah mengawetkan daging babi dengan garam, itulah yang dinamakan ni'owuru, daging babi yang diawetkan dengan garam.

2. Gowi Nihandro; Gowi Nitutu
Terbuat dari ubi-ubian seperti ubi jalar, ubi kayu, talas. Ubi direbus dan kemudian ditumbuk sampai semua bagiannya hancur, kemudian dimakan dicampur dengan kelapa yang sudah diparut.



3. Harinake
Daging babi cincang dengan cacahan yang tipis dan kecil-kecil.


4. Godo-godo
Ubi atau singkong yang diparut, dibentuk bulat-bulat kemudian direbus setelah matang ditaburi dengan kelapa yang sudah diparut.


5. I’a Soköli; I’a Ni’unagö
Ikan yang diasap, dengan tujuan agar daging ikan menjadi awet. Daging ikan diasapin beberapa jam, hanya menggunakan asap biasanya menggunakan sabut kelapa.


6. I’a Budu
Ikan yang diasinkan dengan garam dan dikeringkan dengan panas terik matahari


7. Köfö-köfö
Daging ikan yang dihancurkan, dibentuk bulat dan dijemur/dikeringkan/diasap.


8. Babae
Babae hanya disuguhkan pada acara adat, seperti saat pemberian nama anak yang baru lahir atau perkawinan. Babae terdiri dari kacang yang ditumbuk bersama kunyit disuguhkan bersama nasi yang dimasak dengan periuk tanah. Makanan tradisional babae yang berbahan dasar dari beras putih yang dimasak dengan menggunakan periuk dari tanah dicampur dengan kuah yang menyerupai bubur yang terbuat dari kacang putih (kini biasanya menggunakan kacang kedelai) yang telah dikupas kulitnya, kemudian direbus dan ditumbuk dan dibubuhi kunyit. Babae tidak dicampur dengan santan kelapa, tetapi dicampur dengan telur.


9. Tamböyö
Ketupat dengan beras ketan dimasak dalam santan kelapa. Tidak seperti di tempat lain, ketupat menggunakan beras biasa, namun ketupat di Nias atau tamböyö menggunakan beras ketan.


10. Boboto

Masakan dari fillet ikan kakap atau kerapu. Daging ikan dilayukan atau dibusukkan selama dua malam, lalu ditaburi gongsengan kelapa parut dengan bumbu-bumbu, dibungkus dalam daun singkong, kemudian dikukus dalam daun singkong.


11. Löma
Makanan dari beras ketan yang dimasak dalam seruas bambu, setelah sebelumnya digulung dengan selembar daun pisang. Löma juga ada di beberapa daerah lain yang dikenal dengan sebutan lemang.


12. Gae Ni bogö; Gae Ni Faga
Pisang kepok yang dipanggang dengan arang api yang masih menyala.


13. Tuo Nifarö
Minuman yang berasal dari air sadapan pohon kelapa yang telah diolah dengan cara penyulingan.


14. Tuo Mbanua
Minuman tuak mentah yang berasal dari air sadapan pohon pohon nira atau nakhe.


15. Kazimone; Saku Ni lökha
Terbuat dari bahan sagu, cara masaknya seperti membuat bubur, dengan menggunakan santan kelapa. Sagu yang digunakan adalah sagu yang sudah dikeringkan, yang diambil adalah hanya bagian sagu yang sudah berbentuk bulatan-bulanta kecil.


16. Saku Ni Laefe
Saku yang dibakar, tapi sebelumnya dipanaskan di atas tempat pemanggangan biasanya menggunakan tutup periuk, di buat lebih tipis dan merata, kemudian baru dibakar.


17. Kinobo
Makanan khas rakyat pulau Telo Nias Selatan yang terbuat dari bahan sagu.





Referensi  
1.    Alumni SMAN 3 Gusit Lulus 2002. http://www.facebook.com/groups/157843980923503/  
2.    Suku Nias. http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Nias  
3.    “Babae” Ramaikan Bawömataluo 2011. http://www.nias-bangkit.com/2011/05/%E2%80%9Cbabae%E2%80%9D-ramaikan-bawomataluo-2011  
4.    Ciri khas makanan Nias. http://niasisland.com/home/discuss_resp_inq.php?category_code_option=DC&s_category_code=DC&s_code=000148&code_option=000148&menu_name_option=Ciri%20khas%20makanan%20Nias.&process=Add&i=last&norp=20#bottom 5.    Makanan Khas Nias. http://niasisland.com/home/discuss_resp_inq.php?category_code_option=DC&s_category_code=DC&s_code=000174&code_option=000174&menu_name_option=MAKANAN%20KHAS%20NIAS&process=Add&i=last&norp=20#bottom 6.    Sandwich Ketupat dari Nias. http://travel.kompas.com/read/2009/10/21/16280826/Sandwich.Ketupat.dari.Nias