Senin, 26 September 2016

SEKILAS MENGENAI RUMAH ADAT NIAS

Beberapa Jenis Miniatur Rumah Tradisional Nias
 
Walaupun masyarakat Nias masih mengakui hanya satu suku yaitu suku Nias, dengan satu leluhur bernama ‘Hia,’ berdasarkan mitos-mitos lama, dulu diturunkan dari langit di daerah Sifalagö-Gomo (kini termasuk Kabupaten Nias Selatan), namun pada kenyataannya Nias memiliki beraneka-ragam budaya dan tradisi yang berbeda-beda di setiap wilayah, sehingga ada ungkapan populer “Bö’ö mbanua bö’ö mböwö”. (Setiap desa memiliki tradisi yang berbeda). Keanekaragaman tersebut dapat pula dilihat dari bentuk rumah tradisional yang sangat agung dan memiliki gaya arsitektur yang sempurna, sehingga tetap bertahan pada saat terjadinya gempa padahal tidak memakai bahan dari besi.Rumah tradisional (Omo Niha/Omo Hada/Omo Sebua) di Nias selalu berbeda di setiap wilayah. Omo Hada Laraga di seluruh wilayah Nias Utara berbentuk bulat lonjong atau elips (oval). Rumah-rumah di Nias Tengah memperlihatkan banyak variasi. Ada yang berbentuk persegi empat (kuadrat), ada yang memanjang ke belakang, tetapi pada umumnya lebih rustikal dengan banyak hiasan. Rumah tradisional di Nias Selatan bentuknya memanjang ke belakang bagaikan bentuk kapal. Pengerjaannya lebih halus, cermat dan sempurna. Semua rumah tradisional Nias, bahan dasarnya adalah kayu tanpa menggunakan paku besi.Rumah di Nias Selatan selalu didirikan tidak tersendiri, melainkan dalam konteks kampung ‘Banua,’ di mana rumah-rumah berjejer sangat berdekatan dalam dua baris. Rumah-rumah merupakan bagian integral kampung secara umum, sehingga bentuknya persegi empat, memanjang ke belakang.

Rumah utara berdiri sendiri dan berbentuk oval menunjukan harmoni di dalam setiap keluarga dan bukan dalam konteks kampung. Rumah Gomo yang berbentuk persegi empat melebar merupakan gaya arsitektur antara hampir oval tapi melebar membentuk segi.Karena rumah Utara dan Gomo cenderung berdiri sendiri (individualistis) dalam pola tunggal, maka memberi kemungkinan untuk bisa dilebarkan dan dikembangkan. Selain itu, ada beberapa perbedaan kultur Nias Utara, Tengah dan Selatan, antara lain:
  • bahasa;
  • karakter masyarakat;
  • sistem, prosedur dan istilah-istilah dalam proses perkawinan;
  • cara pelantunan Hoho (puisi);
  • cara meminta permisi pada saat makan;
  • sistem dan prosedur penguburan bangsawan (Si’ulu, Balugu, Tuhenöri);
  • pembagian dan penyajian daging babi sebagai makanan penghormatan secara adat;
  • sistem musyawarah resmi (Orahu);
  • takaran beras dan gabah;
  • istilah sebutan ukuran besarnya babi;
  • pola perkampungan;
  • cara memikul beban berat;
  • tradisi berjabat tangan (bersalaman) pada saat baru bertemu atau mau berpisah, tidak populer di Nias Selatan terutama di Telukdalam;
  • sapaan salam (selamat) ‘Ya’ahowu’ kurang populer di Nias Selatan (Telukdalam) dan dapat disebut sebagai budaya baru yang terimbas dari wilayah Nias lain ke Selatan;
  • tari-tarian tradisional yang berbeda-beda pada setiap wilayah;
  • tradisi lompat batu (Fahombo batu) yang hanya ada di Telukdalam, Nias Selatan;
  • upacara pembaharuan dan pengesahan hukum. Di Nias Selatan diwujudkan dalam upacara Famatö Harimao dan Famadaya Saembu. Sementara di Utara, Barat dan Tengah diwujudkan dalam upacara Fondrakö.
Perbedaan-perbedaan dalam kultur tersebut telah memunculkan pandangan baru di kalangan para peneliti, budayawan dan tokoh masyarakat Nias modern tentang asal-usul leluhur masyarakat Nias. Pandangan lama yang mengakui bahwa leluhur masyarakat Nias hanya satu yaitu “Hia,” yang dulu mendiami wilayah Gomo mulai bergeser dan menyelidiki kemungkinan adanya beberapa leluhur utama masyarakat Nias (Hia, Gözö, Daeli, Luomewöna, dll) dengan waktu kedatangan yang berbeda pula.

Sebab itu rumah adat sebagai hasil budaya masyarakat Nias sangat penting dilestarikan sebagai pusaka, bahan studi dan sumber inspirasi mengenai sejarah dan kebudayaan Nias yang beragam.


Beberapa Jenis Rumah Adat Nias, sebagai berikut:
Jenis I, Nama Rumah Adat : Omo Nifolasara
Asal : Bawömataluo, Telukdalam
Keaslian / Originality : Miniature

Deskripsi:

 

Rumah jenis ini disebut Omo Nifolasara karena tiga buah ukiran kayu seperti kepala monster (Högö lasara) telah dipasang di bagian depannya. Ini merupakan miniatur dari rumah Nifolasara yang ada di desa Bawömataluo. Lebar 1 m, panjang 3 m dan tinggi 3 m. Perbedaannya dari rumah lain adalah:
  • pintu masuk berada di bawah kolong rumah. Artinya siapapun yang hendak memasuki rumah tersebut harus tunduk-hormat kepada pemilik rumah;
  • ada ruangan khusus (pribadi) bangsawan di dalamnya (Malige). Terletak di bagian atas antara ruangan bagian depan (Tawolo) dan ruangan bagian belakang (Föröma). Kegunaan ruangan ini yaitu tempat bangsawan bersemadi dan sekaligus sebagai tempat untuk mengintip orang-orang yang hadir dalam musyawarah, sebelum sidang dimulai;
  • dahulu kala, dalam setiap desa, rumah jenis ini hanya ada satu dan hanya dimiliki oleh bangsawan (Si’ulu) yang berkuasa. Sekarang ini, rumah besar seperti ini tinggal empat buah, yaitu: di desa Bawömataluo, Hilinawalö-Fau, Onohondrö dan Hilinawalö-Mazinö.
Masyarakat Nias dewasa ini tidak sanggup lagi mendirikan Omo Nifolasara, bahkan pemeliharaan ke-empat rumah yang masih ada, membutuhkan subsidi.

Tidak berlanjutnya pembuatan Omo Nifolasara pada masa kini, karena kesulitan mendapat kayu-kayu besar. Atapnya yang dibuat dari daun rumbia (Bulu zaku), juga sangat sulit diperoleh karena hutan-hutan di Nias telah dirusak dan dirambah. Pendirian rumah ini juga memerlukan biaya besar, bukan saja karena harga bahannya, tetapi juga karena biaya proses pembuatannya lebih mahal, di mana pemilik rumah harus melakukan pesta adat pada setiap tahap pembuatan bagian dari rumah tersebut. Umpamanya: Tahap perencanaan, pengumpulan bahan kayu untuk tiang dll, pendirian tiang (Ehomo), pemasangan kedua balok panjang (Sikhöli), pemasangan dane-dane (balok panjang sebagai tempat duduk di bagian depan), pemasangan kedua balok penutup bagian atas dari pada dinding (Lagö-lagö), pemasangan bubungan (Mbumbu), pengatapan dan peresmian. Pada setiap pesta dan setiap tahapan penyelesaian rumah ini selalu dilakukan pesta dengan menyembelih beberapa ekor babi dengan ukuran besar yang sudah ditentukan. Selain kesulitan bahan dan biaya proses penyelesaian, semangat gotong-royong untuk saling membantu dan bekerja sama di antara masyarakat juga sudah memudar. Oleh karena alasan modernisasi, masyarakat zaman kini menjadi pribadi yang individualistis.
Jenis II Nama Rumah Adat : Omo Tuho
Asal : Nias Selatan


Deskripsi :
Rumah adat seperti ini disebut Omo Tuho. Bentuk dasarnya sama dengan Omo Nifolasara tetapi tidak diberikan ukiran kepala monster (Lasara) di depannya. Jalan masuk masih berada di bawah, tetapi tidak ada ruangan khusus (ruangan pribadi). Biasanya hanya dimiliki oleh penduduk asli (Sowanua).
Jenis III, Nama Rumah Adat : Omo Sala
Asal  : Onohondrö, Telukdalam


Deskripsi :
Rumah adat seperti ini disebut Omo Sala. Bentuk dasarnya sama dengan Omo Tuho tetapi tidak diberikan ukiran kepala monster (Lasara) di depannya. Jalan masuknya disebelah samping. Ini meng-gambarkan bahwa pemilik rumah adalah masyarakat biasa (Si’ila dan Sato) yang tidak harus dihormati secara istimewa. Tidak ada ruangan pribadi ‘Malige’ di dalamnya. Rumah jenis ini masih banyak dijumpai di desa-desa tradisional di wilayah Telukdalam, Nias Selatan.

Jenis IV, Nama Rumah Adat : Omo hada / Omo hada niha yöu
Asal : Nias Utara, Nias Barat


Deskripsi :
Rumah adat seperti ini disebut Omo Laraga atau Omo hada niha yöu. Bentuknya oval. Terdiri atas dua bagian, yaitu ruangan depan dan ruangan belakang. Rumah seperti ini masih dijumpai di Nias Utara dan Nias Barat. Rumah ini bisa dimiliki oleh siapa saja tanpa membedakan kelas masyarakat, namun mutlak perlu modal besar.
Jenis V, Nama Rumah Adat : Omo Hada / Omo Sebua
Asal : Tögizita, Nias Tengah




Deskripsi :
Rumah adat seperti ini tidak diberi nama khusus, hanya disebut Omo Hada. Rumah seperti ini, dulu terdapat di desa Tögizita, Nias Tengah. Didirikan oleh seorang bapak yang memiliki 4 putra sebelum perang dunia kedua. Mereka tinggal bersama di dalam rumah tersebut semasih ayah mereka hidup, karena itu rumah ini dibuat lebih lebar dan panjang. Namun, seperti biasa di dunia, kesatuan dan keharmonisan tidak terjamin kalau banyak orang atau keluarga tinggal dalam satu rumah. Selagi orang tua hidup masih bisa, tetapi sesudahnya muncul konflik di antara bersaudara. Karena itu rumah tidak dipelihara lagi dan akhirnya dibongkar sekitar tahun 1965.
Jenis VI, Nama Rumah Adat : Omo Hada / Omo Sebua
Asal  : Hililaora, Lahusa


Deskripsi :
Rumah adat seperti ini tidak diberi nama khusus, hanya disebut Omo Hada atau Omo Sebua. Bentuknya agak mirip dengan rumah adat di Nias Selatan. Keistimewaan rumah adat di kecamatan Lahusa dan kecamatan Gomo, Nias Tengah yaitu: kokoh, rustikal dan di bagian depan banyak ukiran, misalnya Hulu dan Balö Hulu.
Jenis VII : Omo Hada
Asal  : Balöhili, Gomo


Deskripsi :.
Rumah adat seperti ini tidak diberi nama khusus, hanya disebut Omo Hada atau Omo Sebua. Inilah satu-satunya rumah adat besar yang masih tinggal di öri Ulu Gomo dan merupakan prototip yang kemudian dikembangkan di Telukdalam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar