Pelaksanaan perkawinan pada suku Nias
memperhatikan beberapa hal berikut, yakni:
Tujuan Perkawinan bagi Etnis Nias
Pada masyarakat Nias
perkawinan memiliki empat tujuan yakni; pertama untuk memperoleh keturunan yang
akan mewariskan garis keturunannya. Garis keturunan tersebut diwariskan melalui
anak laki-laki. Kedua, untuk memperoleh tingkatan kedudukan sosial dasar,
sebagai batu loncatan untuk meraih tingkat kedudukan sosial yang lebih tinggi. Fangambatö
merupakan syarat untuk memperoleh bosi yang ketujuh. Dari bosi
inilah dia mulai berjuang untuk memperoleh bosi yang lebih tinggi,
akhirnya dia memperoleh gelar kebangsawanan Balugu, suatu gelar yang
menjadi cita-cita hidup seorang laki-laki Nias pada zaman dahulu. Demikian juga
dengan perempuan melalui perkawinan dia memperoleh gelar, misalnya Valen
Balaki, Dina Barasi, Lehe Wiro. Gelar inilah yang dipakai sebagai pengganti
namanya. Menurut kebiasaan masyarakat Nias jika anak perempuan telah menikah
maka nama kecilnya tidak pantas menjadi panggilannya. Apabila anaknya telah
lahir barulah nama anaknya tersebut menjadi panggilan mereka misalnya, nama
anaknya Yuda maka Ayah dan Ibunya dipanggil dengan sebutan Ama Yuda/Ina Yuda.
Ketiga, tujuan perkawinan supaya
dapat mewarisi kedudukan orangtuanya dalam adat. Kedudukan tersebut tidak
selamanya diwariskan kepada anak sulung, tapi jika anak sulung tersebut tidak
sanggup memenuhinya, maka saudaranya laki-laki yang sanggup menerima memenuhi
persyaratan, itulah yang menerimanya. Jadi, jika belum kawin maka harta warisan
berupa kedudukan dalam adat tidak dapat diwariskan kepadanya.
Keempat, ialah untuk menyelesaikan
permusuhan dalam kampung. Pada zaman dahulu sering terjadi peperangan antar
kampung yang disebabkan ingin menguasai kampung orang lain, terhina dalam adat,
dan lain-lainnya. Terjadinya perkawinan diantara anak Salawa kedua
kampung yang bermusuhan tersebut, maka permusuhan diatara keduanya dapat
diselesaikan.
Bentuk-bentuk Perkawinan
Bentuk perkawinan yang telah diakui
secara adat di Nias yakni :
1. Perkawinan yang didahului dengan famatuasa.
Famatuasa yang sering dilaksanakan di Nias yakni Si’o dan Sanema li atau
Samatöro.
2. Perkawinan yang disebut famalali
bate’e
Perkawinan ini merupakan perkawinan
antara janda dengan saudara laki-laki suaminya. Perkawinan ini adalah
suatu keharusan, karena seorang istri adalah hak keluarga suami. Apabila
suaminya meninggal, maka saudara laki-laki suaminya berhak mengawininya.
Mengenai böwö dalam
perkawinan ini dibayar juga oleh pihak laki-laki, hanya saja böwö yang
dibayar besarnya berbeda dengan besarnya böwö dalam bentuk famatuasa.
Böwö dalam bentuk perkawinan ini disebut böwö lakha, ketentuannya
sebagai berikut :
Böwö yang
dibayarkan kepada orangtua janda sebesar, emas 1 siwalu dan satu
ekor babi 4 alisi;
- Böwö yang dibayarkan kepada banua si laki-laki yakni 4 alisi;
- Wajib membayar semua utang mendiang, dan;
- Ana’a Fanöngöni yang dibayarkan kepada salawa sebesar tambali siwalu.
Jika, janda tersebut dikawini oleh
orang lain maka besarnya böwö lakha tersebut adalah sebagai berikut:
1. Böwö untuk orangtua janda
tersebut sebesar, emas =sara siwalu dan satu ekor babi sebesar 4 alisi;
2. Dibayar kepada saudara mendiang
berupa böwö lakha yaitu: satu ekor babi 4 alisi;
3. Howuhowu Zolakha, yang
diterima oleh ahli waris almarhum berupa emas sebesar sara balaki;
4. Fangali ŵe zusu, yang
diterima oleh anak janda sebesar sara balaki;
5. Famatörö zalawa, yang diterima oleh para salawa di desanya berupa emas
sebesar fulu saga siwalu, dan;
6. Aya Nuwu, diterima oleh paman janda tersebut, berupa emas sebesar sara
siwalu.
Diluar bentuk perkawinan yang biasa
seperti di atas, ada juga bentuk perkawinan yang lainnya yakni; pertama,
perkawinan sifagasiwa dimana besarnya böwö dalam bentuk ini
sama dengan böwö perkawinan pada perkawinan famatuasa. Kedua,
perkawinan sangawuli ba nuwu dalam bentuk ini sama dengan böwö
perkawinan pada perkawinan famatuasa. Ketiga, perkawinan lahalö ono
yomo. Keempat, perkawinan duda dengan saudara istrinya. Bentuk perkawinan
ini dilaksanakan supaya anak lebih terjamin pengurusannya dan supaya harta
milik si mendiang tidak menjadi milik perempuan lain. Pembayaran böwö
pada perkawinan pertama dan harus di mulai dari peminangan lagi.
Syarat Perkawinan