Prosedur penyelesaian sengketa yang
terjadi pada masyarakat Nias yang dimulai dengan adanya sengketa kemudian
adanya penyelesaian secara kekeluargaan dan musyawarah adat, sedangkan prosedur
penyelesaian secara pengadilan sangat jarang terjadi. Hal ini disebabkan
masyarakat masih menggunakan hukum lokal dan mempertimbangkan eratnya
kekerabatan dan rasa tidak ingin mendapat sanksi sosial berupa pengucilan dari
masyarakat lain, maka pilihan hukum lokal serta keputusan musyawarah adat
sangat diutamakan.
Perincian prosedur penyelesaian
sengketa tersebut yakni:
a. Secara kekeluargaan
Sengketa ini juga biasanya
berhubungan dengan tanah adat dan tanah ulayat. Hanya saja, proses
penyelesaiaannya dilakukan oleh internal keluarga saja tanpa dihadiri
oleh penetua adat. Atau adanya penyelesaian secara adat yaitu dengan mengundang
keluarga yang sedang bersengketa dan juga saksi-saksi (orang tua yang
mengetahui dengan pasti silsilah/ sejarah dari tanah yang
dipersengketakan).
Sengketa tanah ini biasanya terjadi
antar saudara kandung yang mempermasalahkan hak warisan tanah yang diberikan
oleh orangtuanya, atau adanya pergeseran batas tanah. Penyelesaian yang
dilakukan tentunya diselesaikan oleh orangtua mereka atau jika orangtuanya
meninggal yang menyelesaikan yakni paman dari pihak laki-laki atau disebut sibaya.
Namun terkadang penyelesaian ini tetap saja dibawa ke jalur adat karena
keputusan yang diambil oleh orangtua/paman mereka tidak adil, tapi ada juga
keluarga yang tetap mengikuti keputusan orangtuannya.
b. Secara adat
Sengketa tanah yang diselesaikan
dengan cara ini adalah tanah adat dan tanah ulayat. Ini biasanya
diselesaikan melalui forum keluarga dengan mengundang keluarga besar dan
penatua adat yang ada pada garis keturunan tersebut. Penyelesaian
secara adat memerlukan keterlibatan dari Siteoli dan tokoh adat yang
berada di lokasi terjadinya sengketa. Hal ini disebut sebagai pembicaraan adat,
dalam pembicaraan adat akan disaksikan oleh warga yang bersengketa dan semua
masyarakat yang berada di lokasi kejadian sengketa.
Pembicaraan adat akan dilaksanakan
untuk menyampaikan informasi berkaitan dengan keputusan yang akan dilaksanakan
dalam penyelesaiaan sengketa tanah tersebut. Informasi tersebut berupa;
keterangan-keterangan dari saksi kedua belah pihak, keterangan dari pihak
mediator kedua belah pihak, rentetan permasalahan hingga dibawa ke jalur adat
dan pengukuran batas tanah kedua belah pihak yang bersengketa atau informasi
tentang keadaan tanah yang di persengketakan.
Setelah diungkapkan informasi
tersebut maka Siteoli dan tokoh adat lainnya melaksanakan pembuktian terhadap
laporan dari masing-masing yang bersengketa dengan bukti yang telah mereka
peroleh. Bukti-bukti tersebut berupa surat tanah atau surat perjanjian,
informasi dari saksi yang menandatangani surat perjanjian. Kemudian mereka
memutuskan siapakah yang berhak memperoleh kembali tanah yang dipersengketakan,
biasanya keputusan ini disyahkan melalui surat keputusan hasil rapat musyawarah
adat dengan ditandatangani oleh Siteoli dan tokoh adat lainnya yang kemudian
akan menjadi saksi jika dikemudian hari tanah tersebut dipermasalahkan.
Kegiatan musyawarah adat ini
sekaligus sebagai upaya mempererat hubungan kekerabatan dengan yang bersengketa
agar ke depannya menjadi lebih baik, kegiatan musyawarah yang berdasarkan asas
keterbukaan dan kejujuran ini sangat dipercaya oleh masyarakat Nias sebagai
keputusan hukum yang sah. Konsekuensi jika masalah tersebut dipersengketakan
lagi, oleh semua warga secara otomatis akan mengucilkan masyarakat yang kembali
mempersengketakan tanah.
Sanksi ini berupa masyarakat yang
bersengketa tersebut tidak dianggap dalam kegiatan desa, disindir dengan
kata-kata kiasan, bila ada yang ia butuhkan tidak dibantu, anaknya nikah tidak
akan didatangi, kematian keluarganya juga tidak didatangi dan pada akhirnya
warga tersebut lambat laun meninggalkan desa tersebut. Sanksi ini akhirnya
menjadi landasan kepercayaan akan segala keputusan dari siteoli dan
tokoh adat lainnya dan menjadikan masyarakat saling menjaga kepercayaan atas
kepemilikan tanah satu sama lain.
c. Secara hukum
Sengketa ini biasanya dilakukan pada
proses penyelesaian tanah milik
pribadi. Dalam proses ini, pihak yang keberatan harus bisa menunjukkan beberapa bukti kepemilikan atas tanah tersebut, seperti; sertifikat, surat pembelian dan juga izin bangunan jika tanah tersbut telah didirikan bangunan.
pribadi. Dalam proses ini, pihak yang keberatan harus bisa menunjukkan beberapa bukti kepemilikan atas tanah tersebut, seperti; sertifikat, surat pembelian dan juga izin bangunan jika tanah tersbut telah didirikan bangunan.
Permasalahan sengketa tanah melalui
jalur hukum biasanya dilakukan oleh suku lain yang merantau ke Nias atau warga
Nias yang mengalami perkawinan campur dengan suku lain yang belum melaksanakan
acara adat Nias. Biasanya permasalahan sengketa tanah yang terjadi hanya
di daerah perkotaan yang sudah bersifat individual atau tidak berada dalam
ruang lingkup adat. Walaupun ia berada di dalam lingkungan adat namun
masyarakat tersebut belum disyahkan secara adat jadi ia berhak mengajukan masalah
tanahnya melalui jalur hukum. Akan tetapi , ini sangat jarang terjadi karena
mengingat ia akan menerima sanksi dari masyarakat disekitar tempat tinggalnya.
Sumber :
https://dominiriahulu.wordpress.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar