Rabu, 05 Oktober 2016

Prosedur Penyelesaian Sengketa Tanah pada Mayarakat Nias

Prosedur penyelesaian sengketa yang terjadi pada masyarakat Nias yang dimulai dengan adanya sengketa kemudian adanya penyelesaian secara kekeluargaan dan musyawarah adat, sedangkan prosedur penyelesaian secara pengadilan sangat jarang terjadi. Hal ini disebabkan masyarakat masih menggunakan hukum lokal dan mempertimbangkan eratnya kekerabatan dan rasa tidak ingin mendapat sanksi sosial berupa pengucilan dari masyarakat lain, maka pilihan hukum lokal serta keputusan musyawarah adat sangat diutamakan.
 
Perincian prosedur penyelesaian sengketa tersebut yakni:
a. Secara kekeluargaan
Sengketa ini juga biasanya berhubungan dengan tanah adat dan tanah  ulayat. Hanya saja, proses penyelesaiaannya dilakukan oleh internal  keluarga saja tanpa dihadiri oleh penetua adat. Atau adanya penyelesaian secara adat yaitu dengan mengundang keluarga yang sedang bersengketa dan juga saksi-saksi (orang tua yang mengetahui dengan pasti silsilah/ sejarah dari tanah yang  dipersengketakan).

Sengketa tanah ini biasanya terjadi antar saudara kandung yang mempermasalahkan hak warisan tanah yang diberikan oleh orangtuanya, atau adanya pergeseran batas tanah. Penyelesaian yang dilakukan tentunya diselesaikan oleh orangtua mereka atau jika orangtuanya meninggal yang menyelesaikan yakni paman dari pihak laki-laki atau disebut sibaya. Namun terkadang penyelesaian ini tetap saja dibawa ke jalur adat karena keputusan yang diambil oleh orangtua/paman mereka tidak adil, tapi ada juga keluarga yang tetap mengikuti keputusan orangtuannya.

b.  Secara adat
Sengketa tanah yang diselesaikan dengan cara ini adalah tanah adat dan  tanah ulayat. Ini biasanya diselesaikan melalui forum keluarga dengan  mengundang keluarga besar dan penatua adat yang ada pada garis  keturunan tersebut.  Penyelesaian secara adat memerlukan keterlibatan dari Siteoli dan tokoh adat yang berada di lokasi terjadinya sengketa. Hal ini disebut sebagai pembicaraan adat, dalam pembicaraan adat akan disaksikan oleh warga yang bersengketa dan semua masyarakat yang berada di lokasi kejadian sengketa.

Pembicaraan adat akan dilaksanakan untuk menyampaikan informasi berkaitan dengan keputusan yang akan dilaksanakan dalam penyelesaiaan sengketa tanah tersebut. Informasi tersebut berupa; keterangan-keterangan dari saksi kedua belah pihak, keterangan dari pihak mediator kedua belah pihak, rentetan permasalahan hingga dibawa ke jalur adat dan pengukuran batas tanah kedua belah pihak yang bersengketa atau informasi tentang  keadaan tanah yang di persengketakan.

Setelah diungkapkan informasi tersebut maka Siteoli dan tokoh adat lainnya melaksanakan pembuktian terhadap laporan dari masing-masing yang bersengketa dengan bukti yang telah mereka peroleh. Bukti-bukti tersebut berupa surat tanah atau surat perjanjian, informasi dari saksi yang menandatangani surat perjanjian. Kemudian mereka memutuskan siapakah yang berhak memperoleh kembali tanah yang dipersengketakan, biasanya keputusan ini disyahkan melalui surat keputusan hasil rapat musyawarah adat dengan ditandatangani oleh Siteoli dan tokoh adat lainnya yang kemudian akan menjadi saksi jika dikemudian hari tanah tersebut dipermasalahkan.

Kegiatan musyawarah adat ini sekaligus sebagai upaya mempererat hubungan kekerabatan dengan yang bersengketa agar ke depannya menjadi lebih baik, kegiatan musyawarah yang berdasarkan asas keterbukaan dan kejujuran ini sangat dipercaya oleh masyarakat Nias sebagai keputusan hukum yang sah. Konsekuensi jika masalah tersebut dipersengketakan lagi, oleh semua warga secara otomatis akan mengucilkan masyarakat yang kembali mempersengketakan tanah.

Sanksi ini berupa masyarakat yang bersengketa tersebut tidak dianggap dalam kegiatan desa, disindir dengan kata-kata kiasan, bila ada yang ia butuhkan tidak dibantu, anaknya nikah tidak akan didatangi, kematian keluarganya juga tidak didatangi dan pada akhirnya warga tersebut lambat laun meninggalkan desa tersebut. Sanksi ini akhirnya menjadi landasan kepercayaan akan segala keputusan dari  siteoli dan tokoh adat lainnya dan menjadikan masyarakat saling menjaga kepercayaan atas kepemilikan tanah satu sama lain.

c. Secara hukum
Sengketa ini biasanya dilakukan pada proses penyelesaian tanah milik
pribadi. Dalam proses ini, pihak yang keberatan harus bisa menunjukkan beberapa bukti kepemilikan atas tanah tersebut, seperti; sertifikat,  surat pembelian dan juga izin bangunan jika tanah tersbut telah didirikan bangunan.

Permasalahan sengketa tanah melalui jalur hukum biasanya dilakukan oleh suku lain yang merantau ke Nias atau warga Nias yang mengalami perkawinan campur dengan suku lain yang belum melaksanakan acara  adat Nias. Biasanya permasalahan sengketa tanah yang terjadi hanya di daerah perkotaan yang sudah bersifat individual atau tidak berada dalam ruang lingkup adat. Walaupun ia berada di dalam lingkungan adat namun masyarakat tersebut belum disyahkan secara adat jadi ia berhak mengajukan masalah tanahnya melalui jalur hukum. Akan tetapi , ini sangat jarang terjadi karena mengingat ia akan menerima sanksi dari masyarakat disekitar tempat tinggalnya.

Sumber :
https://dominiriahulu.wordpress.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar